Contoh sifat sifat tokoh beserta kutipannya
“Syafei
jangan diceraikan dengan
ibunya,
Bu!”
“Maksud
Ibu, kalau ia datang bersamasama
dengan
Rapiah.”
Air
muka Hanafi segera berubah pula,
lalu
berkata dengan tetap, ”Janganlah Ibu
mengenang-ngenangkan
juga hal yang serupa
itu.
Istriku hanyalah Corrie!”
Ibunya
berdiam diri pula; dan semenjak
itu
mulut Hanafi bagai terkatup pula dan
tiadalah
ia memberi jalan kepada ibunya buat
berunding-runding
lagi.
Perangainya
mulai menguatirkan pula.
Makannya
mulai kurang; dan setiap malam
hampir-hampir
tak tidurlah ia. Mukanya
makin
pucat, sedang matanya cekung,
berwarna
biru selingkarannya. Ke sawah ia
sudah
jarang-jarang, kebanyakan ia tinggal
berkubur
saja di dalam kamarnya.
Pada
suatu malam, dekat hendak Subuh,
terperanjatlah
ibu Hanafi mendengar anaknya
mengerang.
Oleh karena Hanafi tidak pernah
mengunci
pintu kamarnya, dengan mudah
orang
tua itu sudah masuk ke dalam, lalu
terkejut melihat keadaan
anaknya. Hanafi
tidur
manangkup, kepalanya menjulur ke luar
tempat
tidur. Sedang sprei dan tikar
pandannya
yang ada di muka tempat tidurnya
sudah
penuh berlumur darah.
“Hanafi!
Hanafi! Anakku! Apakah yang
sudah
terjadi atas dirimu?” demikian ibunya
sudah
menjerit.
“Tidak
berarti, Bu … sakit perut. Tapi
… sudah
mulai baik.” Seketika ibunya sudah
membetuli
tidurnya.
“Engkau
muntah-muntah darah, Hanafi!
Oh,
Anakku, siapakah kiranya yang khianat
memberi
engkau makanan berbisa?”
“Sudah
penyakitku … serupa itu, Bu.
Dahulu
sekali … di Betawi.”
….
Tapi
belum sampailah Hanafi kepada
meminum
segala obat-obat penawar itu, maka
datanglah
dokter dengan tergopoh-gopoh.
...
Hanafi
memandang segala perbuatan
dokter
itu dengan senyum, lalu berkata di
dalam
bahasa Belanda, “Apakah Tuan …
tidak tahu … penyakitku?”
“Tahu
betul, Tuan Han!”
“Nah …
sublimat, bukan … terminum
dengan
… kesalahan … tapi … sengaja.”
“Benar,
tapi aku wajib menolong Tuan.”
“Sia-sia
… banyak kutelan … Tuan tidak
berhak
… aku sengaja … mau pergi!”
“Tuan
harus kasihan kepada ibu Tuan,
kepada
anak bini Tuan. Perbuatan serupa ini
perbuatan
kasar, laku … pengecut! Maaf Tuan
Han,
kalau saya berkata kasar. Tapi laku
tersebut
bukanlah laku orang yang berani.”
“Memang
… kasihan! … Ah ibuku …
aku
pengecut tapi hidupku kosong … habislah
cita-cita
… baik enyah!”
“Setiap
orang tiadalah hidup buat citacita
saja,
tapi terutama buat kewajiban.
Kewajiban
pada
ibunya, kewajiban pada
anak
istrinya.”
“Dokter
tahu … hal saya?”
“Tahu
betul, Tuan Han! Anak-anak kam-
pung
pun tidak ada yang mengetahuinya.”
“Nah …
kewajiban itu … sudah … lama
kusia …
siakan.”
“Itulah
sebabnya maka Tuan sekarang
lebih
daripada wajib pula memperbaiki
segala
kealpaan itu. Marilah obat-obat sudah
siap.
Saya mesti memompa isi perut keluar.
Lihatlah
keadaan ibu Tuan yang sangat pula
kuatirnya.
Jika Tuan tidak memberi sempat
kepada
saya buat bekerja dengan selesai, tentu
saya
terpaksa memakai kekerasan.”
“Pompalah
dokter … kasihan ibuku …
Dokter
... jangan dikatakan … aku ini mi …
num
sublimate.”
“Mari
kuikhtiarkan buat menolong jiwa
Tuan.
Kewajiban Tuan, kewajiban saya
sendiri
akan melakukan segala ikhtiar, supaya
Tuan sembuh kembali.”
“Dokter
… tahu percintaan?”
“Tuan
Han, bagi Tuan amat melarat, jika
berkata-kata
panjang. Baiklah Tuan
mendengarkan
saja apa yang hendak saya
tuturkan,
sebagai dokter dan sebagai manusia.
Kita
berhadapan sebagai orang yang samasama
terpelajar,
sama-sama sopan, sama-sama
muda,
dan
sudah tentu sama-sama pula
mengetahui
dan
menderita akan arti cintaDengarlah!
Sepanjang
pendapat saya, cinta
itu
akan
berbukti benar, bila yang menaruhnya
tahu
menaruh
sabar,
tahu
menegakkan
kepalanya
di
dalam segala rupa mara bahaya
serta
rintangannya.
Cinta
itu
tahu memberi
korban,
jika
perlu. Jika orang yang bercinta
seketika
saja
sudah menundukkan kepala atau
mencari
jalan
hendak … lari, setiap bertemu
rintangannya,
tidak
sucilah cinta itu. Ingatlah,
selain
daripada
istri yang hilang, Tuan masih
punya
ibu dan
mempunyai anak. Kedua
makhluk
itu berhak
pula
atas cinta Tuan, dan
tak
adalah
beringin besar tempat berlindung,
tiang
teguh
tempat bersandar bagi mereka,
hanyalah
Tuan.
Kewajiban terhadap anak yang
masih
kecil
dan kepada ibu yang sudah tua
itu
harus
dijadikan suatu cita-cita yang besar,
dan
tersesatlah
Tuan secara Tuan berkata tadi,
bahwa
hidup
Tuan sudah kosong, tidak
menaruh
cita-cita
lagi, seolah-olah hendak
mencucikan
dan
hendak meneguhkan cinta
Tuan
kepada
seseorang perempuan yang
sungguh
Tuan
cintai, haruslah Tuan terlebih
dahulu
memegang
teguh akan segala
kewajiban
karena
manusia yang tahu
kewajiban
itulah
saja yang boleh dikatakan
manusia,
yang
layak
menaruh dan menerima
cinta.
1. Tokoh-tokoh
dalam novel “Salah Asuhan” di atas adalah
Hanafi, ibu, dan
dokter.
2. Sifat-sifat tokoh yang
dapat kamu identifikasi adalah berikut.
a. Hanafi adalah
sosok yang mudah putus asa karena sesuatu
yang
dicita-citakannya tidak tercapai kemudian ia mencari
jalan pintas,
mengakhiri hidup dengan meminum sublimate
(racun pembunuh
kuman).
Kutipannya sebagai
berikut.
“Sepanjang pendapat
saya, cinta itu akan
berbukti benar,
bila yang menaruhnya tahu menaruh
sabar, tahu
menegakkan kepalanya di dalam segala
rupa mara bahaya
serta rintangannya. Cinta itu tahu
memberi korban,
jika perlu. Jika orang yang bercinta
seketika saja sudah
menundukkan kepala atau mencari
jalan hendak …
lari, setiap bertemu rintangannya, tidak
sucilah cinta itu.
Ingatlah, selain daripada istri yang
hilang, Tuan masih
punya ibu dan mempunyai anak.
Kedua makhluk itu
berhak pula atas cinta Tuan, dan
tak adalah beringin
besar tempat berlindung, tiang
teguh tempat
bersandar bagi mereka, hanyalah Tuan.
Kewajiban terhadap
anak yang masih kecil dan kepada
ibu yang sudah tua
itu harus dijadikan suatu cita-cita
yang besar, dan
tersesatlah Tuan secara Tuan berkata
tadi, bahwa hidup
Tuan sudah kosong, tidak menaruh
cita-cita lagi,
seolah-olah hendak mencucikan dan
hendak meneguhkan
cinta Tuan kepada seseorang
perempuan yang
sungguh Tuan cintai, haruslah Tuan
terlebih dahulu memegang
teguh akan segala
kewajiban karena
manusia yang tahu kewajiban itulah
saja yang boleh
dikatakan manusia, yang layak
menaruh dan
menerima cinta.
b. Ibu adalah sosok
yang menginginkan kehidupan anaknya
bahagia, meskipun
terkadang apa yang dilakukan oleh ibu
belum tentu bisa
diterima anaknya.
Kutipannya sebagai
berikut.
“Syafei jangan
diceraikan dengan ibunya, Bu!”
“Maksud Ibu, kalau
ia datang bersama-sama
dengan Rapiah.”
Air muka Hanafi
segera berubah pula, lalu berkata
dengan tetap,
“Janganlah Ibu mengenang-ngenangkan
juga hal yang
serupa itu. Istriku hanyalah Corrie!”
Ibunya berdiam diri
pula; dan semenjak itu mulut
Hanafi bagai
terkatup pula dan tiadalah ia memberi
jalan kepada ibunya
buat berunding-runding lagi.
....
“Hanafi! Hanafi!
Anakku! Apakah yang sudah
terjadi atas
dirimu?” demikian ibunya sudah menjerit.
c. Dokter adalah
sosok yang mau berusaha sekuat tenaga
untuk menyelamatkan
hidup dan kehidupan orang lain,
meskipun ia tahu
bahwa kesempatannya kecil, tapi ia tidak
berputus asa.
Kutipannya adalah
berikut.
Hanafi memandang
segala perbuatan dokter itu
dengan senyum, lalu
berkata di dalam bahasa Belanda,
“Apakah Tuan …
tidak tahu … penyakitku?”
“Tahu betul, Tuan
Han!”
“Nah … sublimat,
bukan … terminum dengan
… kesalahan … tapi
… sengaja.”
“Benar, tapi aku wajib
menolong Tuan.”
…
“Mari kuikhtiarkan
buat menolong jiwa T
Kewajiban Tuan,
kewajiban saya sendiri akan
melakukan segala
ikhtiar, supaya Tuan sembuh
kembali.”
Contoh sifat sifat tokoh beserta kutipannya
9out of 10 based on 10 ratings. 9 user reviews.
Terimakasih telah Berkunjung dan Semoga Bermanfaat..
Tetap Update dan Dukung Saya Berbagi dengan
⇧⇧⇧ klik Tombol LIKE DI ATAS ⇧⇧⇧
☺☺☺ TERIMAKASIH ☺☺☺
BACA JUGA !!!!
No comments:
Post a Comment