1. Kubur batu :
Tempat menyimpan mayat
2.
Punden berundak :
Terbuat dari batu untuk meletakan sesaji
3. Dolmen :
Adalah
meja batu tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang.
Di bawah dolmen biasanya sering ditemukan kubur batu. Dolmen yang merupakan
tempat pemujaan misalnya ditemukan di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat.
Dolmen yang mempunyai panjang 325 cm, lebar 145 cm, tinggi 115 cm ini disangga
oleh beberapa batu besar dan kecil. Hasil penggalian tidak menunjukkan adanya
sisa-sisa penguburan. Benda-benda yang ditemukan di antaranya adalah
manik-manik dan gerabah. pada umumnya dolmen banyak ditemukan di Jawa Timur dan
Sumatera Selatan Dolmen merupakan hasil kebudayaan megalitikum, dimana pada
zaman megalit bangunannya selalu berdasarkan kepercayaan akan adanya hubungan
antara yang hidup dan yang mati terhadap kesejahtraan masyarakat dan kesuburan
tanaman. Domen ini merupakan sebuah media atau peralatan yang dipergunakan
untuk mengadakan upacara pemujaan terhadap roh nenek moyang.
Dolmen adalah sebuah meja yang terbuat dari
batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan.
Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut
tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai
mayat tertutup rapat oleh batu. Hal ini menunjukan kalau masyarakat pada masa
itu meyakini akan adanya sebuah hubungan antara yang sudah meninggal dengan
yang masih hidup, mereka percaya bahwa apabila terjadi hubungan yang baik akan
menghasilkan keharmonisan dan keselarasan bagi kedua belah pihak.
Menurut pengamatan Hoop, dolmen dolmen yang
paling baik terdapat di Batucawang. Papan batunya yang berukuran 3 x 3 meter
dengan tebal 7 cm, terletak di atas empat buah batu penunjang. Salah satu
dolmen yang digali di Tegurwangi diduga berisi tulang-tulang manusia. Tetapi
benda-benda lain yang dianggap sebagai bekal kubur tidak ditemukan. Selain
dolmen, di daerah ini banyak ditemukan patung-patung batu, yang diduga
merupakan patung nenek moyang. Di antara dolmen-dolmen tersebut terdapat juga
dolmen yang papan batunya ditunjang oleh enam batu tegak. Tradisi setempat
menyatakan bahwa tempat ini merupakan pusat kegiatan upacara pemujaan nenek
moyang dan tempat tempat untuk penguburan. Di daerah ini ditemukan pula domen
bersama-sama menhir. Temuan dolmen-dolmen lainnya terdapat di Pamatang dan
pulau Panggung, dan di kedua tempat pula ditemukan patung batu. Daerah temuan
lain ialah Nanding, Tanjungara, Pajarbulan (di sini dolmen ditemukan bersama-sama
dengan lesung batu), Gunungmegang, Tanjungsakti, Pagerdewa, Lampung Barat dan
Sumbawa. Dolmen diperkirakan mulai dikenal dalam masyarakat Indonesia pada
zaman bercocok tanam.
Dolmen ini ternyata tidak hanya ditemukan di
Indonesia, namun Dolmen telah ditemukan di Eropa, Asia, dan Afrika, terutama di
sepanjang pesisir pantai. Mereka berasal dari periode Neolithikum awal, sekitar
10.000 tahun sebelum Masehi.
Kepercayaan Masyarakat masa bercocok tanam
memiliki ciri khas yang sesuai dengan perkembangan penemuan-penemuan barunya.
Nilai-nilai hidup semakin berkembang dan manusia pada waktu itu tidak lagi
menggantungkan hidupnya pada alam, tetapi sudah menguasai alam lingkungan
sekitarnya dan aktif membuat perubahan-perubahan.
Sebagai masyarakat petani, penduduk sudah
dapat memproduksi makanan sehari-hari. Salah satu segi yang menonjol dalam
masyarakat adalah sikap terhadap kehidupan yang sudah mati. Kepercayaan bahwa
roh seseorang tidak lenyap pada saat orang meninggal, sangat memperngaruhi
kehidupan manusia. Roh dianggap mempunyai kehidupan di alamnya tersendiri
sesudah orang meninggal.
Dolmen-dolmen yang masih dapat disaksikan
sampai sekarang mempunyai bentuk-bentuk luar biasa besarnya sehingga
kadang-kasdang sulit dibayangkan bagaimana batu besar dan dengan berat
berton-ton itu dapat diangkut. Pengangkutan batu sampai setinggi dua meter
lebih tentu mempunyai teknik tersendiri di dalam cara pengangkutannya. Besar
tiang-tiang penyangga biasanya disesuaikan dengan besar batu datarnya. Semakin
besar batu datar maka semakin besar pula tiang penyangganya.
Tradisi megalitik di pulau Sumba merupakan
hal yang menarik. Tidak hanya bentuk-bentuknya yang sangat besar yang mempunyai
berat berton-ton tetapi keunikan ini tampak sekali pada pelaksanaan
pendiriannya maupun pada upacara-upacara yang dilaksanakan dalam pendirian
bangunan tersebut. Dalam usaha pencarian batu, dalam pengangkutan batu maupun
dalam upacara memasukkan mayat di dalam dolmen semuanya itu merupakan kegiatan
yang menjadi satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Peristiwa-peristiwa
itu mengandung nilai historis arkeologis yang sangat tinggi.
4. Menhir :
Adalah
batu tunggal (monolith) yang berasal dari periode Neolitikum (6000/4000 SM-2000 SM) yang
berdiri tegak di atas tanah. Istilah menhir diambil dari bahasa Keltik
dari kata men (batu) dan hir (panjang). Menhir biasanya didirikan
secara tunggal atau berkelompok sejajar di atas tanah. Diperkirakan benda
prasejarah ini didirikan oleh manusia prasejarah untuk melambangkan phallus,
yakni simbol kesuburan untuk bumi.
Menhir adalah batu yang serupa dengan dolmen dan cromlech, merupakan batuan dari periode Neolitikum yang umum ditemukan di Perancis, Inggris, Irlandia, Spanyol dan Italia. Batu-batu ini dinamakan juga megalith (batu besar) dikarenakan
ukurannya. Mega dalam bahasa
Yunani
artinya besar dan lith berarti batu. Para arkeolog mempercayai bahwa situs ini
digunakan untuk tujuan religius dan memiliki makna simbolis sebagai sarana
penyembahan arwah nenek
moyang.
5.
Sarkofagus :
Adalah
suatu tempat untuk menyimpan jenazah. Sarkofagus umumnya dibuat dari
batu. Kata "sarkofaus" berasal dari bahasa
Yunani σάρξ
(sarx, "daging") dan φαγεῖνειν (phagein,"memakan"),
dengan demikian sarkofagus bermakna "memakan daging".
Sarkofagus sering disimpan di atas tanah oleh
karena itu sarkofagus seringkali diukir, dihias dan dibuat dengan teliti.
Beberapa dibuat untuk dapat berdiri sendiri, sebagai bagian dari sebuah makam atau beberapa makam sementara
beberapa yang lain dimaksudkan untuk disimpan di ruang bawah tanah. Di Mesir
kuno,
sarkofagus merupakan lapisan perlindungan bagi mumi keluarga kerajaan dan
kadang-kadang dipahat dengan alabaster
Sarkofagus - kadang-kadang dari logam atau batu
kapur
– juga digunakan oleh orang Romawi
kuno
sampai datangnya agama Kristen yang mengharuskan mayat untuk
dikubur di dalam tanah
6.
Nekara :
Adalah gendang perunggu berbentuk seperti dandang berpinggang pada bagian
tengahnya dengan selaput suara berupa logam atau perunggu Nekara diberi
bermacam-macam hiasan dengan motif binatang, seperti katak, gajah, kuda, rusa, harimau, burung, dan merak.
Benda budaya ini berasal dari jaman perunggu atau jaman logam. Pada jamannya
nekara dianggap benda suci yang berfungsi sebagai benda upacara, mas kawin,
dll.
Tempat penemuan nekara Jawa, Bali, Sumatera, Roti, Selayar, Kepulauan Kei. Nekara
yang kecil diberi nama Moko (Ditemukan di Alor).
7.
Candrasa :
Kapak upacara bertangkai terbuat dari
perunggu, yang hanya digunakan untuk kepentingan upacara. Sebagai benda
upacara, candrasa sering diberi hiasan sehingga tidak mencerminkan lagi fungsi
praktisnya.
Benda Peninggalan Zaman Purba
9out of 10 based on 10 ratings. 9 user reviews.
Terimakasih telah Berkunjung dan Semoga Bermanfaat..
Tetap Update dan Dukung Saya Berbagi dengan
⇧⇧⇧ klik Tombol LIKE DI ATAS ⇧⇧⇧
☺☺☺ TERIMAKASIH ☺☺☺
BACA JUGA !!!!
informasi dalam blog ini sangat bermanfaat, isinya sangat inovatif dan kreatif. saya baru menemukan jawaban dari unek-unek yang selama ini membuat saya bingung. makasih ya informasinya!!
ReplyDelete